Sebagaimanahal ini telah diterangkan di artikel: Shalat di Masjid yang Ada Kubur. Baca pula artikel Menjadikan Kubur Sebagai Masjid. Larangan Membuat Bangunan di Atas Kubur. Larangan yang dimaksud adalah dan membuat bangunan atau rumah atau memasang kijing (marmer) di atas kubur. Pertama, perkataan 'Ali bin Abi Tholib, Pertamahumum membangun bangunan diatas kuburan itu makruh dan yang kedua hukumnya adalah haram. Wallahu wa Rasulu A'lam. Untuk menambah wawasan keislaman Anda, kam rekomendasikan untuk juga membaca hukum mengirimkan Al-quran melalui ekspedisi atau membaca tulisan berjudul hukum menjualbelikan bayi ini. MisteriKenapa Ada Mayat di Atas Kubah Masjid Nabawi - Qubbatul Khadhra' (kubah hijau) yang terlihat megah di Masjid Nabawi berfungsi menaungi kuburan jasad Rasulullah Saw yang mulia didampingi kedua sahabatnya sekaligus mertuanya yaitu Abu Bakar Siddiq ra, dan Umar bin Khattab ra. Tempat tersebut dahulunya adalah rumah baginda Rasul Saw Jikatujuan dari membangun adalah menghias dan memegahkan kuburan, maka hukum membangun ini meningkat menjadi haram. Seperti yang disampaikan dalam kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba'ah: يكره أن يبنى على القبر بيت أو قبة أو مدرسة أو مسجد أو حيطان - إذا لم يقصد بها الزينة Hukummembangun diatas kuburan terlarang sebagaimana dalam sebuah hadits dari sahabat Jabir bin Abdillah: mendirikan bangunan diatas kuburan demikian juga mendudukinya adalah DILARANG. Larangan pada hadits diatas bermakna haram bukan makruh hal ini karena sebuah larangan pada asalnya menunjukan makna haram kecuali ada data dari al-qur'an Sungguhpetunjuk nabi adalah berkah apabila dilaksanakan dan musibah apabila dilanggar, mari kita sama-sama mendakwahkan dan mewujudkan perihal sunnah Nabi ini sehingga kota-kota besar di Indonesia dapat terbebas dari krisis lahan makam suatu saat nanti. Kesimpulan: Membangun kuburan utamanya di pemakaman umum hukumnya adalah haram. Hal HukumMendirikan Bangunan di atas Kuburan. Pertanyaan #90 Bapak Fulan (Jaticempaka - Bekasi) Ayah ana sudah wafat hampir 6 tahun lalu, makamnya hingga saat ini memang tidak saya buatkan bangunan atau bata dan keramik sebagaimana makam-makam pada umumnya di Indonesia. MembuatKubah dan Memasang Kain di Batu Nisan Para Wali Allah v2Di. Membangun masjid di atas kuburan merupakan persoalan yang perlu mendapatkan perhatian serius oleh setiap Muslim. Masalah ini perlu dikaji berdasarkan keterangan para Ahli Ilmu. Tujuannya agar setiap Muslim terhindar dari terjerumus dalam suatu perbuatan yang dibenci oleh syariat Islam. Sementara, karena ketidak tahuannya, seseorang merasa perbuatan itu lumrah saja dilakukan. Untuk itulah tulisan ini dihadirkan untuk menerangkan persoalan membangun masjid di atas kuburan berdasarkan penjelasan para ahli ilmu. Daftar IsiPengertian Menjadikan Kuburan Sebagai MasjidHukum Membangun Masjid di atas Kuburan1. Pendapat pertama2. Pendapat keduaLandasan Hukum Masing-Masing PendapatA. Mereka yang mengikuti pendapat pertama beralasan dengan dalil-dalil yang di antaranya adalahB. Untuk mereka yang berpegang kepada pendapat kedua, Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq tidak menemukan dalil selain yang telah disebutkan. Dimungkinkan mereka membawa apa-apa yang telah disebutkan kepada hukum yang Rajih Tentang Hukum Membangun Masjid di Atas KuburanBagaimana dengan Kuburan Nabi di Masjid Nabawi?Jawaban Tentang Kuburan Nabi di Masjid Nabawi Sumber Pengertian Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid Yang mungkin dipahami dari maksud menjadikan kuburan sebagai masjid adalah tiga makna berikut ini Shalat di atas kuburan dalam arti sujud di atasnya. Sujud ke arahnya dan menghadap kepadanya dengan shalat dan berdoa. Membangun masjid-masjid di atas kuburan dan bertujuan shalat di dalamnya. Masing-masing dari makna ini merupakan pendapat sekelompok ulama. Dan pada masing-masing makna tersebut terdapat nash-nash yang jelas dari pemimpin para Nabi ﷺ. [1] Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang hukum membangun masjid di atas kuburan, sehingga muncul dua pendapat, yaitu 1. Pendapat pertama Bahwa membangun masjid di atas kuburan haram hukumnya. Ini adalah pendapat para pengikut mazhab Hanbali [Lihat lbnu Abdul Barr, Al-Kafi, 1/470; Al-Bahuti, Kasysyaf … 2/141 dan Al-Maqdisi, Asy-Syarh Al-Kabir 1/579] Dan diungkapkan oleh para pengikut mazhab Hanafi [Lihat Al-Fatawa Al-Al Amkiriah yang terhimpun dalam Al Fatawa Al-Hindiah, 1/166] bahwa hukumnya makruh yang konsekuensinya adalah pengharaman. Namun, Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq mengatakan,’Konsekuensi makruh di sini adalah harus bersifat pengharaman. Karena pada prinsipnya, makruh itu jika diucapkan oleh para pengikut mazhab Hanafi, yang dimaksud adalah pengharaman. Sebagaimana dengan tegas hal itu ditulis lbnu Abidin dalam hasyiyahnya. Sebagaimana dapat dipahami pula dari jenis dalil-dalil yang muncul berkenaan dengan masalah ini sebagaimana diisyaratkan oleh lbnu Abidin pula.” Lihat lbnu Abidin, ibid., 1/405 2. Pendapat kedua Perbuatan tersebut makruh hukumnya. lni adalah pendapat para pengikut mazhab Syafi’i. [Lihat Asy-Syairazi, Al-Muhadzdzab, dan An-Nawawi, Al-Majmu’ Keduanya dicetak dalam satu jilid, 5/316.] Kebanyakan pemakaian lafazh makruh’ oleh Asy Syaf’i Rahimahullah dan para sahabatnya dimaksudkan adalah makruh yang wajib dijauhi. An-Nawawi rahimahullah sebelum masalah ini ketika memaparkan pembahasan tentang duduk di atas kuburan dan mendiskusikan dengan mereka yang mengharamkannya, berkata ”Namun, ungkapan Asy-Syafi’i dalam kitabnya, Al Umm, dan semua sahabat seiring sejalan, seluruhnya membenci duduk di atas kuburan, dan makruh menurutnya adalah makruh yang wajib ditinggalkan, sebagaimana masyhur pula dalam pemakaian oleh para ahli hadits.” An-Nawawi, 5/312. rahimahullah dalam hal ini berkata, “Semua nash dari Syafi’i dan kawan – kawan selalu sejalan dan semuanya menunjukkan bahwa makruh hukumnya membangun masjid di atas kuburan, baik si mayit adalah orang yang sangat terkenal kebaikannya dan lain-lain karena makna umum hadits itu. [Al-Majmu’ 5/316] Jadi ia telah menegaskan bahwa perbuatan tersebut tidak boleh dilakukan. [Lihat Fatawa An-Nawawi, hlm. 46.] Sumber Landasan Hukum Masing-Masing Pendapat A. Mereka yang mengikuti pendapat pertama beralasan dengan dalil-dalil yang di antaranya adalah 1. Apa yang datang dari Aisyah dan lbnu Abbas Radhiyallahu anhuma keduanya berkata Ketika ia Ibnu Abbas berkunjung kepada Rasulullah ﷺ, beliau melemparkan baju tebal beliau ke wajah lbnu Abbas. Ketika telah sesak napasnya, beliau membuka wajahnya dan bersabda, Demikian ini pula laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid-masjid’.” Dan beliau memperingatkan dengan keras atas apa yang mereka perbuat. [Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Masajid, Bab “Ash-shalat fii Al-Bi’ah”, hadits no. 425, 1/168; dan Shahih Muslim, Kitab Al Masajid wa Mawadhi’u Ash-shalat, Bab “An-Nahyu an Binaai Al-Masajid ala Al-Qubur,” hadits no. 531, 1/315] Aspek yang menjadi objek penunjukan hadits ini adalah bahwa Rasulullah ﷺ melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani karena perbuatan mereka tersebut sehingga hadits ini menunjukkan keharamannya. Jika perbuatan tersebut mubah hukumnya tentu Nabi ﷺ tidak melaknat para pelakunya. [Lihat Al-Maqdisi, Asy-Syarh At-Kabir… op’cit, 1/579] 2. Apa yang datang dari Aisyah bahwa Ummu salamah menyebutkan di hadapan Rasulullah ﷺ tentang sebuah gereja yang dilihatnya di negeri Habasyah bernama Maria’. la menyebutkan kepada beliau tentang segala yang ia lihat di dalamnya berupa gambar – gambar. Maka Rasulullah ﷺ bersabda “Mereka adalah suatu kaum yang jika ada di kalangan mereka seorang hamba yang shalih atau pria yang shalih meninggal dunia, mereka membangun di atas kuburnya sebuah masjid dan mereka menggambar gambar-gambar itu di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah.” [Shahih Al-Bukhari, Kitab Al – Masajid, Bab Ash-Shalat fii Al-Bi’ah, hadits no. 424, 1/167] Hadits ini jelas menunjukkan larangan atas perbuatan semacam ini. 3. Apa yang telah datang dari Jundub Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Aku mendengar Nabi ﷺ lima malam sebelum beliau wafat bersabda “Sesungguhnya aku berlepas diri dan kembali kepada Allah jika aku memiliki kekasih dari antara kalian. Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai kekasih sebagaimana Allah telah menjadikan lbrahim sebagai kekasih. Jika aku diperbolehkan untuk menentukan kekasih di antara kaumku, tentu kujadikan Abu Bakar sebagai kekasih. Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian mereka menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih mereka menjadi masjid-masjid. Ketahuilah, janganlah kalian semua menjadikan kuburan sebagai masjid-masjid. Sesungguhnya aku melarang kalian semua dari perbuatan itu.” [Shahih Muslim, Kitab Al-Masajid wa Mawadhi’i Ash-Shalat, Bab An-Nahyu an Binaai Al-Masajid ala Al-Qubur…”, hadits no. 528, 1/314] Hadits ini adalah salah satu hadits yang paling gamblang menerangkan larangan tentang permasalahan tersebut. Dalam hadits itu Rasulullah ﷺ secara gamblang melarang perbuatan tersebut. Larangan beliau yang demikian itu berkonotasi pengharaman. 4. Apa yang datang dari lbnu Abbas bahwa Rasulullah ﷺ bersabda “Allah melaknat para wania peziarah kubur dan orang-orang yang menjadikan di atas kuburan masjid-masjid dan lanpu-lampu.” [Sunan Abu Dawud, Kitab Al-Janaiz, Bab “Fii Ziyarati An-Nisa Al-Qubur, hadits no. 3236, 3/ 218; Sunan At-Tirmidzi, Kitab Ash-Shalat, Bab “Ma Ja’a fii Karahiyati an Yattakhidza ala Al-Qabri Masjidan’, hadits no. 320, 2/136; Sunan An-Nasa’i, Kitab Al Janaiz, Bab “At-Taghlizh fii Ittikhadzi As-Sarji ala Al-Qubur,’ hadits no. 2042, 4/ 400; Sunan lbnu Majah, Kitab Al-Janaiz, Bab Ma Ja’a fii An-Nahyi an Ziyarati An-Nisa Al-Qubur’, hadits no. 1575, 1/502. Lafazhnya zawwarat para wanita penziarah. At-Tirmidzi berkata, “Hadits lbnu Abbas adalah hadits hasan”. Lihat Sunan At-Tirmidzi 2/137.] B. Untuk mereka yang berpegang kepada pendapat kedua, Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq tidak menemukan dalil selain yang telah disebutkan. Dimungkinkan mereka membawa apa-apa yang telah disebutkan kepada hukum makruh. Sumber Pendapat yang Rajih Tentang Hukum Membangun Masjid di Atas Kuburan Pendapat yang paling kuat -Wallahu Ta’ala A’lam- adalah pendapat pertama, bahkan pendapat itulah yang akan segera muncul di benak orang yang mempelajari dalil-dalil yang berkenaan dengan permasalahan ini. Demikian pula orang yang memiliki kelebihan kemampuan untuk memahami hikmah syariat yang menetapkan penutupan celah-celah kesyirikan dan kesesatan. Tidak diragukan lagi bahwa pembangunan masjid-masjid di atas kuburan merupakan sarana terbesar yang mengantarkan kepada tindakan mengkultuskan orang-orang yang telah meninggal, mengagungkannya dan pada gilirannya menimbulkan fitnah karenanya. Pemahaman ini diperkuat oleh akal sehat dan kenyataan sejarah di tengah-tengah umat-umat terdahulu sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Nabi ﷺ. Asy-Syafi’i Rahimahullah berkata, Aku sangat membenci pengagungan makhluk hingga menjadikan kuburnya sebagai masjid karena khawatir fitnah atas dirinya dan orang-orang setelahnya.” [Al-Majmu'5/314 dengan makna yang sama dalam kitab Al-Umm, 1/317][ii] Demikian ringkasan dari keterangan Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq dalam buku Tasyabuh yang Dilarang dalam Fikih Islam edisi terjemah mengenai hukum membangun masjid di atas kuburan. Hal ini juga berlaku untuk musholla. Karena tidak ada perbedaan antara masjid dan mushola. Bagaimana dengan Kuburan Nabi di Masjid Nabawi? Bagaimana Memberikan Jawaban kepada Para Penyembah Kuburan Seputar Klaim Dikuburkannya Nabi ﷺ di dalam Masjid Nabawi? Apakah ini bagian dari keutamaan Masjid Nabawi? Kuburan Nabi di dalam Masjid Nabawi. Sumber Jawaban Tentang Kuburan Nabi di Masjid Nabawi Jawabannya dari beberapa aspek Bahwa masjid tersebut tidak dibangun di atas kuburan akan tetapi ia sudah dibangun semasa Nabi ﷺ masih hidup. Bahwa Nabi ﷺ tidak dikuburkan di dalam Masjid sehingga bisa dikatakan bahwa ini adalah sarna artinya dengan penguburan orang-orang shalih di dalam masjid’, akan tetapi beliau ﷺ dikuburkan di rumahnya. rumahnya berdampingan dengan masjid sebab sebagaimana disebutkan di dalam hadits yang shahih bahwa para Nabi dikuburkan di tempat di mana mereka wafat-penj.. Bahwa melokalisir rumah Rasulullah ﷺ juga rumah Aisyah sehingga menyatu dengan masjid bukanlah berdasarkan kesepakatan para sahabat akan tetapi hal itu terjadi setelah mayoritas mereka sudah wafat, yaitu sekitar tahun 94 H. Jadi, ia bukanlah atas dasar pembolehan dari para sahabat semuanya, akan tetapi sebagian mereka ada yang menentang hal itu, di antara mereka yang menentang tersebut terdapat pula Said bin al-Musayyib dari kalangan Tabi’in. Bahwa kuburan Nabi tersebut tidak terletak di dalam masjid bahkan telah dilokalisir, karena ia berada di dalam bilik tersendiri yang terpisah dari masjid. Jadi, masjid tersebut tidaklah dibangun di atasnya. Oleh Karena itu, di tempat ini dibuat penjagaan dan dipagari dengan tiga buah dinding. Dan, dinding ini diletakkan pada sisi yang melenceng dari arah kiblat alias berbentuk segitiga. Sudut ini berada di sisi utara sehingga seseorang yang melakukan shalat tidak dapat menghadap ke arahnya karena ia berada pada posisi melenceng dari arah kiblat. Dengan demikian, gugurlah argumentasi para budak penyembah kuburan tersebut . Kumpulan Fatwa dan Risalah Syaikh lbnu Utsaimin Juz ll, Mengenai Hadits yang disebutkan oleh penerjemah fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah di atas, redaksinya adalah sebagai berikut Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Ketika Rasulullah ﷺ meninggal, para sahabat berselisih dalam hal pemakamannya. Maka Abu Bakar Radhiyallahu anhu berkata, Aku telah mendengar dari Rasulullah ﷺ satu hadits yang tidak akan kulupakan. Beliau bersabda ماَ قَبَضَ اللهُ نَبِيًّا إِلاَّ فِي الْمَوْضِعِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُدْفَنَ فِيْهِ, فَدَفَنُوْهُ فيِ مَوْضِعِ فِرَاشِهِ. “Tidaklah Allah mewafatkan seorang Nabi kecuali di tempat yang Allah sukai sebagai tempat pemakamannya.” Kemudian para Sahabat memakamkannya di tempat tidurnya.” [Hadits Shahih. Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir 5649; Sunan at-Tirmidzi II/242, no. 1023]. Referensi Penulisan [i] Lihat situs ini di bawah pengawasan umum Syaikh Alawi Abdul Qadir As Saqqaf. [ii] Lihat Tasyabuh yang Dilarang dalam Fikih Islam, karya Syaikh Jamil bin Habib Al Luwaihiq, Penerbit Pustaka Darul Falah, halaman 311-315. Dengan sedikit perubahan pada format penulisan.. [3] Lihat Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq, Jilid 1, halaman 27-28. – Salah satu perkara yang seringkali dianggap oleh segenap Umat Islam sebagai perbuatan yang Haram dan bisa mendekatkan orang pada kesyirikan adalah perkara membangun masjid di sisi kuburan atau makam. dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi. DONASI SEKARANG Salah satu Ulama yang menyatakan bahwa Membangun masjid di sisi kuburan sebagai Haram adalah Ibnu Taimiyah, yang kemudian Fatwanya di ikuti oleh kelompok Wahabi yang ada di Indonesia. Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya al-Qaidah al-Jalilah halaman 22, menjelaskan bahwa “Nabi melarang menjadikan kuburannya sebagai mesjid, tidak memperbolehkan seseorang di saat waktu-waktu shalat untuk berziarah, shalat dan berdoa di sisi kuburannya, sekalipun maksudnya untuk beribadah kepada Allah. Bisa jadi, mengakibatkan seseorang melakukan doa dan shalat untuk ahli kubur, mengagungkan dan menghormatinya. Atas dasar itu, membangun masjid di sisi kuburan para waliyullah merupakan perbuatan haram. Meskipun, pembangunan mesjid itu sendiri merupakan sesuatu yang ditekankan. Perbuatan seperti itu bisa menjerumuskan seseorang ke dalam perilaku syirik, hukumnya secara mutlak haram”. Fatwa ibnu Taimiyah di atas didasarkan pada dalil-dalil berikut 1. Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani dikarenakan mereka telah menjadikan kubur para nabinya sebagai tempat ibadah”. HR. Bukhari jilid 2 dalam kitab al-Jana’iz, hadis serupa dapat ditemukan dalam kitab Sunan an-Nasa’i jilid 2 hal. 871. 2. Sewaktu, Ummu Habibah dan Ummu Salamah menemui Rasulullah dan berbincang-bincang tentang tempat ibadah gereja yang pernah di lihatnya di Habasyah, Rasulullah Saw. bersabda, “Mereka adalah, kaum yang setiap ada orang saleh dari mereka yang wafat, mereka membangun tempat ibadah di atasnya dan menghadapkan wajahnya hanya ke situ. Mereka di akhirat kelak tergolong makhluk yang buruk di sisi Allah”. Shahih Muslim jilid 2 hal. 66 kitab al-Masajid. 3. Jundab bin Abdullah al-Bajli menyatakan, “Aku mendengar lima hari sebelum Rasulullah SAW wafat, beliau bersabda, Ketahuilah, sesungguhnya sebelum kalian, terdapat kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah. Namun, janganlah kalian melakukan semacam itu. Aku ingatkan hal itu pada kalian’”.Shahih Muslim jilid 1 hal. 378. 4. Diriwayatkan dari Nabi SAW, beliau pernah bermunajat kepada Allah Swt. dengan berkata, “Ya Allah, jangan engkau jadikan kuburku sebagai tempat penyembahan berhala. Allah melaknat kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat ibadah”. Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 2 Berdasarkan dalil-dalil yang disampaikan di atas, para pengikut Wahabi-Salafi akhirnya dijadikan hujjah dan dasar untuk mencela, menghina dan menyebut syirik terhadap pusara Wali songo sembilan atau para Sunan di Indonesia, yang kebanyakan di sisi makam mereka terdapat bangunan masjid. Baiklah, kita menghargai pendapat dan ijtihad mereka dalam hal ini. Namun, terdapat beberapa poin yang harus dapat kita perhatikan untuk mengkritisi dalil mereka ini Hadis dari Ummu Salamah dan Ummu Habibah yang disebutkan di atas tadi, jelas tujuannya dan niat kaum Yahudi dan Nasrani adalah menjadikan kuburan orang-orang saleh sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai kiblat arah ibadah yaitu menghadapkan wajah mereka sewaktu bersujud. Perbuatan yang seperti inilah yang dilarang tegas oleh Rasulullah Muhammad Saw. Adapun, jika membangun masjid di sisi kuburan seorang waliyullah sekedar untuk mengharap berkah dari Allah berperantarakan Wali tersebut. Dalam mensyarah hadis tadi, Al-Baidhawi menyatakan, “Hal itu, karena kaum Yahudi dan Nasrani selalu mengagungkan kuburan para nabi dengan sujud dan menjadikannya sebagai kiblat arah ibadah. Atas dasar inilah, akhirnya Umat Islam dilarang untuk melakukan hal yang sama, karena merupakan perkara syirik yang nyata. Namun, apabila masjid dibangun di sisi kuburan seorang hamba yang saleh dengan niat tabarruk mencari berkah, maka pelarangan yang terdapat pada hadis tadi tidak dapat diterapkan padanya.” Begitu juga sebagaimana dijelaskan As-Sanadi dalam mensyarah kitab Sunan an-Nasa’i jilid 2 hal. 41, ia mengatakan, “Nabi melarang umatnya untuk melakukan perbuatan yang mirip perilaku Yahudi dan Nasrani dalam memperlakukan kuburan para nabi mereka, baik dengan menjadikannya sebagai tempat sujud, pengagungan maupun arah kiblat, serta menghadapkan wajahnya ke arahnya kubur sewaktu ibadah”. Hadis diatas menyebutkan adanya larangan membangun masjid “diatas” kuburan bukan di sisi di samping kuburan. Letak perbedaan redaksi inilah yang kurang diperhatikan oleh kelompok ini dalam berdalil. Selain itu, tidak jelas pula apakah pelarangan dalam hadis itu menjurus kepada hukum haram atau hanya sekedar makruh saja. Hal itu, disebabkan karena Imam Bukhari dalam Kitab sahihnya jilid 2 mengumpulkan hadis-hadis itu dalam bab “apa yang dimakruhkan menjadikan masjid diatas kuburan” ma yukrahu min itikhadz al-Masajid alal Qubur. Ini menjelaskan bahwa hal tersebut sekedar pelarangan yang bersifat makruh yang sepatutnya dihindari, namun bukan juga mutlak dihukumi haram. Syeikh Abdullah Harawi di dalam kitab al-Maqalat as-Saniyah menjelaskan hadis di atas; “Hadis tadi diperuntukkan bagi orang yang hendak melaksanakan ibadah di atas kuburan para nabi dengan niat untuk mengagungkan kuburan mereka. Ini terjadi, jika posisi kuburan itu tampak dan terbuka. Jika tidak, melaksanakan shalat disitu tidak haram hukumnya”. Senada dengan itu, Abdul Ghani An-Nablusi, Seorang ulama Ahlussunnah yang bermazhab Hanafi di dalam kitab al-Hadiqah ast-Tsaniyah jilid 2 hal. 631, menjelaskan; “Jika membangun masjid di sisi kuburan makam orang saleh atau di samping kuburannya yang cuma berfungsi untuk mengambil berkahnya saja, tanpa ada niat untuk mengagungkan menyembahnya, maka hal itu tidak mengapa. Sebagaimana kuburan Nabi Ismail terletak di Hathim di dalam Masjidil Haram, dimana tempat ini adalah sebaik-baik tempat untuk melaksanakan shalat” Hal serupa dijelaskan oleh Allamah Badruddin al-Hautsi di dalam kitab Ziarah al-Qubur hal. 28, “Arti dari menjadikan kuburan sebuah masjid adalah, seseorang menjadikan kuburan sebagai kiblat arah ibadah dan untuknya di laksanakan peribadatan”. Di dalam kitab al-Mu’jam al-Kabirjilid 3 hal. 204, At-Thabrani mengatakan, di dalam masjid Khaif terdapat delapan puluh makam para nabi, padahal mesjid itu sudah ada sejak zaman salafussaleh. Lalu, mengapa para salafussaleh tetap mempertahankan masjid tersebut? Jika itu dianggap sebagai perbuatan syirik haram, maka sepatutnya sejak dulu sudah dihancurkan oleh Rasulullah Saw. beserta para sahabat mulia beliau. Allah Swt. berfirman di dalam Surah Al Kahfi ayat 21; “Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata, Dirikanlah sebuah bangunan di atas gua mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.’ Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan masjid diatasnya.’” QS. al-Kahfi [18] 21 Memahami ayat di atas, Para ulama tafsir Ahlusunnah wal Jamaah berpendapat, bahwa para penguasa saat itu adalah orang-orang ahli tauhid kepada Allah Swt., bukan orang-orang musyrik penyembah kuburan quburiyun. Sebagaimana yang dijelaskan oleh az-Zamakhsari dalam kitab Tafsir al-Kasyaf jilid 2 Fakhrur-razi dalam kitab Mafatihul Ghaib jilid 21 Abu Hayyan al-Andalusi dalam kitab al-Bahrul Muhith dalam menjelaskan ayat 21 dari surah al-Kahfi tadi dan Abu Sa’ud dalam kitab Tafsir Abi Sa’ud jilid 5 hal. 215. Jelas sekali, mayoritas kaum ahli tauhid monoteis saat itu sepakat untuk membangun masjid di atas makam Ashabul-Kahfi. Al-Quran bukan hanya sekedar kitab cerita, hanya menceritakan peristiwa-peristiwa menarik zaman dahulu tanpa memuat ajaran sebagai pedoman hidup kaum muslimin. Jika kisah pembangunan mesjid di atas makam Ashabul-Kahfi termasuk perbuatan syirik, pastilah Allah Swt. menyindir dan mencela hal itu dalam lanjutan kisah tadi, karena syirik adalah jelas perbuatan yang paling dibenci oleh Allah Swt.. Namun, nyatanya Allah Swt. tidak melakukan teguran baik secara langsung maupun tidak langsung sindiran. Abu Jundal, adalah salah seorang sahabat mulia Rasulullah Saw. dalam catatan Para Ulama sejarah dijelaskan bahwa “Suatu ketika, sepucuk surat Rasulullah sampai ke tangan Abu Jundal. Saat surat itu sampai, Abu Bashir sahabat Rasulullah yang menemani Abu sedang sekarat. Ia wafat dalam posisi menggenggam surat Rasulullah. Lalu Abu Jundal mengebumikan Abu Bashir di tempat itu dan membangun masjid di atasnya.” Kisah di atas, dapat dilihat dalam karya Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh Ibnu Asakir jilid 8 atau di dalam kitab al-Isti’ab jilid 4 hal. 21-23 karya Ibnu Hajar. Pertanyaannya kemudian adalah apakah mungkin seorang sahabat mulia Rasulullah seperti Abu Jundal telah melakukan perbuatan syirik? dan Apakah Rasulullah, serta para sahabat tidak tahu akan peristiwa itu? dan Jika itu perbuatan syirik, mengapa Rasulullah Saw. sendiri atau para sahabatnya tidak mememberi teguran kepadanya? Maka dari sini sudah jelas bahwa membangun masjid di sisi kuburan merupakan hal yang diperbolehkan di dalam Islam sebagaimana dalil dari ayat al-Qur’an dan perilaku Salafussaleh, berbeda dengan apa yang diklaimkan oleh kelompok pencela di atas sebelumnya. Bukti lain bahwa di dalam Mesjid Nabawi Madinah, terdapat kuburan manusia termulia di sana, yaitu Rasulullah Saw. sendiri, serta sahabatnya yang mulia Sayidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar bin Khattab [ Bahkan di masjid inilah jutaan Umat Islam dari seluruh Dunia mendirikan shalat baik di samping, di belakang, dan di depan kuburan mulia ini. Letaknya pun bukan di sisi tetapi malah di dalam Masjid Nabawi. Kesimpulannya adalah membangun masjid di sisi bukan diatas kuburan manusia mulia para nabi atau wali untuk pencarian berkah, menurut ahlus sunnah wal jama’ah adalah Boleh. Wallahu a’lam. Author Recent Posts Alumni Pondok Pesantren Al-badar Pare-Pare, Mahasantri Pondok Pesantren Yasrib, Watansoppeng Web server is down Error code 521 2023-06-15 220543 UTC What happened? The web server is not returning a connection. As a result, the web page is not displaying. What can I do? If you are a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you are the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not responding. Additional troubleshooting information. Cloudflare Ray ID 7d7e1db7b9541cd2 • Your IP • Performance & security by Cloudflare