Suhudi perairan pesisir wonerojo berkisar antara 29,91 0 C hingga 31,82 0 C. Rata-rata suhu terendah didapatkan pada bagian dasar kolom air sedangkan suhu perairan tertinggi didapatkan pada bagian permukaan laut. Perbedaan suhu dari ba- gian permukaan hingga dasar kolom air rata-rata sebesar 2 0 C. Saputra (2009) menyatakan bahwa suhu air laut terutama di bagian permukaan mempunyai kaitan Stroberi untuk perubahan, tetapi juga buah persik, epal dan entri baru: cili! Hampir 70% produk segar bukan organik yang dijual di Amerika Syarikat mengandungi sisa Perhatikanskema pemekatan hayati pada sungai tercemar di bawah ini. Mikro. organisme. Plankton. Ikan kecil. Ikan Besar. Manusia. Mikro. organisme. Plankton. Ikan kecil. Ikan Besar. Manusia. Mikro. organisme. Plankton. Ikan kecil. Ikan Besar. Manusia. Racun yang berasal dari sungai tercemar mengendap paling banyak pada . A. planktonB. ikan Jawabanopsi jawaban yang paling tepat adalah D. Pembahasan Racun yang didapatkan dari pencemaran sungai pada kasus diatas akan mengendap dan terakumulasi dari tingkat organisme paling bawah yaitu plankton menuju konsumen terakhir yaitu manusia. WALINKIID | Sejak masa lampau, manusia juga telah merusak dan mencemari sungai secara luas. Perhatikanskema pemekatan hayati pada sungai tercemar di bawah ini Racun yang berasal dari sungai tercemar mengendap paling banyak pada . A. plankton B. ikan kecil C. ikan besar D. manusia 14. Puluhan ribu ikan mati dan terdampar di sepanjang Pantai Ancol, Jakarta Utara, Senin (30/11/2015).Penyebabnya adalah gas beracun yang berasal dari sungai-sungai di Jakarta yang tercemar.. Total, sekitar 750 kilogram ikan-ikan mati tersebut diangkut dari pantai menuju ke tempat pembuangan sampah untuk dibakar. Keberadaantimah hitam dalam badan perairan dapat berasal dari sumber-sumber alamiah, namun pada umumnya berasal dari aktivitas manusia. Sumber-sumber timah hitam secara alamiah yang masuk ke dalam badan perairan dapat berupa pengikisan dari batu mineral yang banyak di sekitar perairan. Pada umumnya logam-logam termasuk XiGx. 403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID cO6mYAqFNJepKSz0zYeZQUywKzl808TYuwfdtENPpQJU7DkG_l6Upw== Palembang - Bersantai di kursi kayu panjang di depan rumah, menjadi keseharian Tina 66 nyaris tiap sore. Warga Jalan Sungai Tawar 1 Palembang ini, seakan tidak menghiraukan aroma busuk yang meruap dari anak Sungai Musi Palembang, yang membentang di depan rumahnya. Dia sangat paham dengan bau tidak sedap dari genangan sampah, yang mengapung di Sungai Tawar di depan rumahnya itu. Nenek 17 cucu ini seakan enggan melempar tatapannya ke arah genangan sampah, karena sudah menjadi pemandangan sehari-harinya. Alasannya cukup sederhana. Tak ada yang berubah dari hari ke hari, meskipun setiap hari para petugas kebersihan mengambil sampah di pangkal sungai. Namun ditumpuk lagi di bawah jembatan Sungai Tawar 1 Palembang Meskipun nyaman tinggal selama enam tahun di rumah kontrakannya, Tina kerap merasa gelisah. Jika anak cucunya mengalami sakit, akibat tumpukan sampah yang sudah lama menggenang dan mengendap itu. “Saya sering ribut dengan petugas kebersihan, karena mereka sering meletakkan sampah berbau busuk di depan rumah saya, bukannya mengangkutnya ke mobil sampah. Seperti pampers bayi yang masih ada kotorannya hingga bangkai hewan. Saya takut cucu saya yang masih kecil-kecil ini terserang penyakit, akibat bakteri dari tumpukan sampah yang tidak diangkut ini,” ujarnya kepada Jumat 6/12/2019. Praktisi Soroti Lambannya Kemenhub Tetapkan Tarif Angkutan Penyeberangan Pertama Kali, Nasib Hiu di Sungai Musi Berakhir Jadi Ikan Asin Piala Adipura di Tengah Lautan Sampah Permukiman Kumuh Kota Palembang Tidak adanya tindak lanjut dari petugas kebersihan untuk mengangkat genangan sampah ini, membuat Tina bersama para warga kebingungan. Meski pun mereka juga turut membuang sampah di aliran anak Sungai Musi ini, namun banyak juga sampah yang terseret dari anak sungai lainnya lalu bermuara ke tempat tinggalnya. Hampir setiap sore juga, warga dari pasar tradisional terdekat juga, sering membuang sampah dari atas jembatan ke arah sungai. Kondisi diperparah dengan tidak adanya fasilitas bak sampah di sekitar kawasannya. Meski tahu kondisi air di Sungai Tawar sangat tercemar dengan genangan sampah, namum anak-anak kecil di kawasan tersebut sering bermain air di sungai ini. Bahkan, mereka dengan girang berenang bersama teman sebayanya, ketika air mulai pasang dan hujan deras turun. “Kalau musim kemarau memang banyak sampahnya dan mengendap. Tapi kalau musim hujan, banyak sampahnya mengalir ke arah Sungai Musi dan airnya tidak keruh lagi. Makanya anak-anak sering berenang di sini,” ucapnya. Kendati dia dan keluarganya tidak pernah mengalami sakit parah, namun Tina mengakui, cucu-cucunya sering mengidap gatal di sekujur tubuh hingga diare. Penyakit yang diduga berasal dari sentuhan air tercemar itu, diakuinya tidak bisa lagi terelakkan. Tak hanya ancaman penyakit dan aroma bau busuk yang setiap hari mengganggu aktivitas warga sekitar, tiap malam mereka harus berselimut kelambu. Sebab, serangan nyamuk sangat banyak dan bisa membawa beragam jenis penyakit. Pemandangan genangan sampah menahun juga terjadi di Lorong Masjid Jami Kecamatan Plaju Palembang. Setiap sore, di ujung deretan rumah panggung ini, anak-anak kecil hingga orang dewasa beraktifitas di pinggir Sungai Musi. Ada yang berenang, menggosok gigi, mencuci pakaian dan piring hingga mengguyur tubuhnya dengan air sungai. Mereka seakan lupa akan genangan sampah berbau busuk, yang berada tak jauh dari tempat mereka mandi. Emi 37, salah satu warga sekitar mengatakan, aktifitas mandi di pinggir Sungai Musi menjadi keseharian warga sekitar. Air Sungai Musi sangat berbeda dengan air yang mengalir di bawah rumahnya, yang terkontaminasi dengan genangan sampah. “Kalau genangan sampah di bawah rumah panggung kami ini, sudah lama dan berbau busuk. Tapi tidak bisa dialiri ke Sungai Musi, karena terhalang enceng gondok di tepian Sungai Musi. Mau diapain lagi, karena sulit untuk mengangkut sampah-sampah ini,” ucapnya. Anak-anak bermain dengan girang meskipun aroma busuk dari sampah yang menggenang di Sungai Tawar, anak Sungai Musi Palembang ini mengganggu pernapasan / Nefri IngeDia menceritakan kecemasannya karena kondisi air keruh di bawah rumah panggungnya, bisa mengancam kesehatannya dan anak-anaknya. Namun hingga saat ini, tidak ada kontribusi dari pihak pemerintah, untuk mengangkut sampah dari bawah rumahnya. Dua lokasi di Jalan Sungai Tawar 1 dan Jalan Masjid Jami Plaju Palembang tersebut, ternyata masuk dalam sampling Nilai Status Mutu Air Pemantauan Sungai Skala Nasional Badan Lingkungan Hidup BLH Sumatera Selatan Sumsel. Kondisi air sungai di dua lokasi warga tersebut, masuk dalam kategori air sungai yang tercemar berat. Kepala Seksi Kasi Pengendalian Pencemaran Lingkungan BLH Sumsel Rezawahya mengatakan, ada 21 sungai di Sumsel yang menjadi sampel nilai status mutu air yang mereka teliti tahun 2018. Dari puluhan sungai yang diteliti, 13 sungai masuk kategori tercemar berat kelas 4, lima sungai tercemar sedang kelas 3 dan tiga sungai tercemar ringan kelas 2. Dari 13 sungai tercemar berat, sungai terbanyak yang tercemar berasal dari Kota Palembang Sumsel. Sedangkan tujuh sungai lainnya menyebar di berbagai kabupaten di Sumsel. Dimana, klasifikasi status mutu air dibagi dalam empat kelas. Yaitu Kelas 1 berstatus baik karena memenuhi Baku Mutu Lingkungan BML, Kelas 2 berstatus baik atau tercemar ringan, Kelas 3 berstatus sedang atau tercemar sedang dan Kelas 4 berstatus buruk atau tercemar berat. Untuk di kawasan Palembang sendiri, ada enam sungai yang diteliti dan semuanya masuk dalam kategori tercemar berat. Yaitu Sungai Musi di kawasan Gandus, Sungai Keramasan dan Sungai Ogan Kertapati, Sungai Musi di kawasan Jembatan Ampera, Sungai Komering di Plaju dan Sungai Musi di kawasan Borang Palembang. “Dua lokasi warga tersebut masuk dalam enam sungai kita teliti dan airnya sudah tercemar berat. Pencemaran didominasi dari Escherichia Coli E Colimanusia, yaitu dari pembuangan tinja, air pembuangan, kotoran hewan peliharaan dan lainnya yang berasal dari rumah warga,” ujarnya. Kadar pencemaran dilihat dari hasil pengambilan sampling air selama musim hujan, musim kemarau, pasang surut dan pasang naik dalam satu tahunnya. Ada 28 parameter yang digunakan untuk menentukan pencemaran air sungai di Sumsel, diantaranya Biological Oxygen Demand BOD, Chemical Oxygen Demand COD, Fecal Coli dan Total Berbagai PenyakitPara warga Kecamatan Plaju Palembang asyik berenang di tepian Sungai Musi Palembang, yang tercemar parah bakteri E Coli / Nefri IngeSeperti di Sungai Musi di kawasan Plaju, hasil dan evaluasi parameter Coliform Tinja dari total tahap 1 dan 2 yaitu di angka 600 jlh/100ml, sedangkan baku mutu Coliform Tinja hanya 100jlh/100ml. Ada juga hasil dan evaluasi parameter Total Coliform, yang berasal dari limbah rumah selain tinja. Dari tahap 1 dan tahap 2 sampling yang ditotalkan, berjumlah jlh/100 ml. Sedangkan standar baku mutu Total Coliform hanya di angka jlh/100ml. “Biasanya kualitas air yang sebenarnya terlihat saat musim kemarau, karena tidak tercampur dengan air hujan. Kita mengambil sampel air dari sungai yang luas, kemungkinan total Coliform akan lebih tinggi, jika kami melakukan sampling di anak sungai yang penuh genangan sampah,” ucapnya. Dari hasil sampling di tahun 2018 ini, dia menyimpulkan bahwa hampir 80 persen air sungai di Kota Palembang sudah tercemar bakteri E Coli yang parah. Ini juga menjadi tugas berat bagi Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Palembang, yang mengambil pasokan air dari aliran Sungai Musi di kawasan Gandus Palembang. Dari data Dinas Kesehatan Dinkes Palembang, jumlah penderita Demam Berdarah Dengue DBD yang berasal dari kawasan kumuh dan tercemar, memang tidak sebanyak penderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA dan Diare. Namun, permasalahan tumpukan sampah bisa juga memicu beragam penyakit. Kepala Dinkes Palembang Letizia mengatakan, tumpukan sampah bisa menjadi sarang kuman, yang akan disebarkan ke manusia melalui lalat dan kecoa. Apalagi tidak membiasakan hidup sehat dan terkontaminasi dengan air yang tercemar. Jika warga tinggal di lingkungan penuh sampah dan kumuh, berbagai penyakit bisa menyerang, seperti diare, gatal-gatal, DBD dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA. “Kalau DBD ini melonjak saat musim hujan saja, namun jika terkontaminasi dengan air yang tercemar atau tidak mencuci tangan saat makan, bisa terjangkit Diare dan gatal-gatal. Kalau ISPA memang sedang tinggi, tidak hanya saat kabut asap saja, tapi bisa dari banyaknya kuman di udara dari lingkungan sekitar,” ucapnya. Buruknya pola hidup di lingkungan kumuh juga, berdampak pada penyebaran virus DBD. Terlebih memasuki musim penghujan. DBD paling banyak di bulan Januari dan Febuari, ketika curah hujan tinggi. Seperti di bulan Januari 2019 sebanyak 152 orang penderita DBD, menurun di bulan Febuari 125 pasien dan terus menurun ke angka 20 pasien di Bulan Agustus dan hanya ada peningkatan sedikit di bulan September-Oktober 2019. Berbeda halnya dengan Diare yang dari awal Januari 2019 hanya pasien, meningkat di bulan Mei sebanyak pasien dan terus melonjak hingga bulan Agustus 2019 sebanyak pasien. Di bulan September-Oktober 2019 hanya mengalami sedikit Kualitas AirAnak-anak di Jalan Masjid Jami Palembang berlarian di kawasan pemukiman penuh sampah di tepian Sungai Musi Palembang / Nefri IngeDaerah yang banyak menampung air dan tidak dibersihkan, bisa memicu bintik nyamuk DBD. Nyamuk DBD biasanya berkembang biak di air yang tergenang. Seperti tempat penampungan atau sampah yang tidak dibuang, seperti ban bekas atau plastik-plastik. “Dinkes Palembang terus mengantisipasi penyebaran bintik-bintik nyamuk DBD. Salah satunya dengan menyosialisasikan program 3M. Yaitu Menguras bak mandi secara, Menutup tempat penampungan air dan Menyingkirkan barang bekas,” katanya. Persoalan sampah yang mencemari Sungai Musi, juga diamini oleh Ketua Komisi Konservasi Sumber Daya Alam SDA Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera BBWSS VIII Kamlan Jamseri. Pencemaran Sungai Musi paling besar berasal dari kebiasaan manusia membuang sampah ke sungai. Karena masyarakat Indonesia menganggap, tempat pembuangan sampah terpanjang dan terbesar adalah sungai. Bahkan, Indonesia masuk urutan ke-2 sebagai negara pembuang sampah plastik terbanyak di dunia. Terutama masyarakat yang tinggal dan hidup di pinggiran Sungai Musi, menjadi penyumbang besar pencemaran air sungai. Mereka juga langsung bersentuhan dengan air sungai yang banyak terkontaminasi E Coli. “Padahal, di negara maju, seluruh kotoran manusia dan air buangan rumah tangga diolah di IPAL Komunal. Sehingga, air hasil prosesnya yang sudah bersih dari kuman, kembali ke sungai dan tidak mencemari lingkungan,” ucapnya. Salah satu aspek pencemaran air di Sungai Musi adalah, banyaknya biota laut yang langka ditemukan. Lalu, tidak ada kupu-kupu dan capung yang beterbangan di pinggiran Sungai Musi untuk meletakkan telurnya, karena airnya sudah tercemar.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. Jawabanplankton maaf ya kalo salah+_+ miip yi kilih silih kntd jadi betul gk anjg betul tu jawaban nya manusia Jawabanplankton maaf ya kalo salah+_+